Potensi keterpaparan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dalam paham radikal yang mengarah pada ekstremisme kekerasan tidak dapat dianggap sepele. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat sebanyak 94 Pekerja Migran Indonesia (PMI) terpapar paham terorisme hingga 2023, saat mereka bekerja di luar negeri. Mereka semuanya telah dideportasi dari negara-negara tempat mereka bekerja.

Sekretaris Utama BNPT Bangbang Surono mengatakan, jumlah tersebut berarti 0,04 persen dari total 244.989 orang PMI yang saat ini bekerja di luar negeri.

“Sampai tahun 2023 total 94 orang ini, 53 laki-laki dan 41 perempuan dari PMI dideportasi karena diduga terlibat terorisme,” kata Bangbang dalam acara pelepasan PMI di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa, 21 November 2023.

Sebanyak 94 PMI yang terlibat terorisme itu tersebar di sejumlah negara penempatan. Singapura ada sebanyak 45 orang, Korea Selatan 21 orang, Jepang 8 orang, Hongkong 7 orang, Brunei Darussalam 4 orang, Taiwan 4 orang, Malaysia 2 orang, Arab Saudi 2 orang, Thailand 1 orang, dan Amerika Serikat 1 orang.

Kepada para calon PMI yang akan diberangkatkan ke Korea Selatan, Bangbang pun berpesan agar mereka semua dapat menjaga diri, terlebih dari paham terorisme.

“Kami mohon nanti adik-adik semua, anak-anak kita semua tolong jaga diri, sesuaikan niatnya kalau mau mencari nafkah, carilah nafkah yang betul,” kata Bangbang.

Menanggapi itu, Deputi Bidang Penempatan dan Perlindungan Kawasan Asia dan Afrika BP2MI Agustinus Gatot Hermawan menyambut baik kerjasama antara BP2MI dan BNPT.

Gatot menganggap pembekalan dari BNPT untuk para calon pekerja migran penting untuk memastikan para CPMI bersih dari paparan terorisme. Diketahui, BP2MI dan BNPT telah menandatangani nota kesepahaman di Kantor BNPT pada 13 November 2023 lalu.

*****

Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah dilaksanakan di kantor BNPT, Senin, (13/11/2023). Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, saat itu mengapresiasi terlaksananya kerjasama tersebut.

“Negara tak boleh lalai dalam pelindungan bagi Pekerja Migran Indonesia dari praktek terorisme. Karena BP2MI sebagaimana perintah Pak Presiden Jokowi, bahwa kita melindungi Pekerja Migran Indonesia dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tidak boleh mereka terpapar paham transnasional, seperti terorisme. Kerjasama dengan BNPT tentu sangat penting,’’ ujar Benny saat sambutan.

Selanjutnya, Komjen Pol. Prof. Dr. Rycko Amelza Dahniel M.Si, selaku Kepala BNPT menyambut baik kerjasama tersebut, dan mengapresiasi kinerja Kepala BP2MI. Jaringan teroris menurutnya harus dicegah dari hulu hingga hilir.

“BP2MI hari ini telah melahirkan kebanggaan tersendiri. Dimana BP2MI telah merubah paradigma masyarakat, yang mana dahulunya mereka menganggap PMI sebagai orang-orang tidak punya pekerjaan lalu diberangkatkan mencari kerja ke Luar Negeri. Ternyata tidak. Malah PMI adalah orang-orang yang bekerja secara handal. Memiliki kompetensi dan skill, bahkan dari hasil kerjanya mereka menyumbangkan devisa untuk negara Indonesia,’’ ujar Komjen Pol. Rycko.

Disampaikannya posisi Pekerja Migran Indonesia yang tidak lain disebutnya sebagai duta-duta pekerja harus dibersihkan dari anasir-anasir terorisme. Itu sebabnya, kesadaran harus perlu dibangun melalui sosialisasi dan kerja yang konsisten yang nanti dilakukan BNPT dan BP2MI. Sel-sel terorisme harus diamputasi.

“Ideologi kekerasan yang dibalut dengan alasan agama jangan dibiarkan. Harus kita perangi. Dan Pekerja Migran Indonesia jangan sampai terjangkit terorisme. Mari kita bangun awareness (kesadaran). Ada penguatan sel terorisme, melalui rekrutmen radikalisasi secara online dan ini harus kita waspadai dan lawan. Gerakan anti kekerasan bangun perdamaian perlu menjadi gerakan bersama kita semua,’’ tutur Komjen Pol. Rycko menutup.

Pada kesempatan yang lain, Ketua Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani membenarkan, para pekerja migran indonesia (PMI) rentan terpapar paham radikal. Benny mengatakan, potensi kian terasa pada pekerja migran yang berada di negara-negara berkembang, yang memudahkan akses informasi melalui internet.

“Karena potensinya juga tidak kecil. Kita harus waspadai,” kata dia saat ditemui di Pangalengan, KabupatenBandung, Jawa Barat pada Senin (20/11/2023).

Benny mengungkapkan, kelompok penyebar radikalisme, menyasar buruh migran yang bekerja di luar negeri, lantaran mereka kerap dilanda masalah kesepian.

Hal itu, terbukti dalam beberapa kasus. Para PMI, kata Benny, merasa memiliki sahabat untuk bisa diajak berbicara banyak hal, tanpa mengetahui bahwa dia sedang didoktrin atau dicuci otaknya.

“Mereka bekerja niatnya untuk masa depan, tapi setelah di luar negeri, mereka kesepian tidak punya keluarga. Kemudian kelompok-kelompok radikal menginfiltrasi kemudian mencuci otak mereka,” ujar Benny.

Mereka umumnya menganggap kelompok penyebar radikalisme sebagai sahabat atau saudara. Tak heran jika lalu, para pekerja migran ini bersedia memberi sumbangan dengan kedok donasi untuk kegiatan sosial.

“Jadi banyak uang PMI yang kemudian menjadi donatur bagi kegiatan-kegiatan yang sebetulnya, awalnya dianggap sosial padahal untuk kegiatan radikal tadi,” terang Benny.

Mengantisipasi hal tersebut, BP2MI telah bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Hasil kerjasama tersebut, lanjut Benny, akan mempermudah pihak BP2MI mendeteksi adanya penyebaran radikalisme di PMI.

BNPT akan disiapkan untuk mengisi sosialisasi yang kerap dilakukan BP2MI ke wilayah-wilayah yang rentan terhadap pemberangkatan pekerja migran ilegal.

“Kita kemarin sudah kerja sama dengan BNPT. Alhamdulillah nanti di setiap orientasi pra-penempatan atau pembekalan kepada PMI, dari BNPT akan mengisi acara,” cetus Benny.

(Diolah dari berbagai sumber)